KEPUTUSAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002
TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa narkotika, psikotropika, prekursor
dan zat adiktif lainnya sangat bermanfaat dan diperlukan
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan
namun dapat merugikan kesehatan apabila dipergunakan
tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama;
b. bahwa dalam rangka menjamin keterpaduan
dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan di bidang
ketersediaaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor
dan zat adiktif lainnya perlu koordinasi yang erat antar
instansi pemerintah;
c. bahwa Badan Koordinasi Narkotika Nasional
yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116
Tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
dan perkembangan keadaan;
d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan
huruf a, huruf b, huruf c, dan sebagai pelaksanaan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika perlu membentuk
Badan Narkotika Nasional dengan Keputusan Presiden;
Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang
Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol
yang Mengubahnya (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3085);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang
Pengesahan Convention on Psychotropic Substances 1971
(Konvensi Psikotropika 1971) (Lembaran Negara Tahun
1996 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3657);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3671);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang
Pengesahan United Nations Convention Against Illicit
Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances
1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan
Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988) (Lembaran
Negara Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3673);
6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika, (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3698);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG
BADAN NARKOTIKA NASIONAL.
BAB I
KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI
Pasal 1
Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya
dalam Keputusan Presiden ini disebut dengan BNN adalah
lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Pasal 2
BNN mempunyai tugas membantu Presiden
dalam:
a. mengkoordinasikan instansi pemerintah
terkait dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya
di bidang ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika,
prekursor dan zat adiktif lainnya;
b. melaksanakan pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika,
prekursor dan zat adiktif lainnya dengan membentuk satuan
tugas-satuan tugas yang terdiri dari unsur-unsur instansi
Pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya
masing-masing.
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, BNN menyelenggarakan fungsi :
a. pengkoordinasian instansi pemerintah
terkait dalam penyiapan dan penyusunan kebijakan di
bidang ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor
dan zat adiktif lainnya;
b. pengkoordinasian instansi pemerintah
terkait dalam pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan,
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif
lainnya serta pemecahan permasalahan dalam pelaksanaan
tugas;
c. pengkoordinasian instansi Pemerintah
terkait dalam kegiatan pengadaan, pengendalian, dan
pengawasan di bidang narkotika, psikotropika, prekursor,
dan zat adiktif lainnya;
d. pengoperasian satuan tugas-satuan tugas
yang terdiri dari unsur-unsur pemerintah terkait dalam
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif
lainnya sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangan
masing-masing;
e. pemutusan jaringan peredaran gelap
narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif lainnya
melalui satuan tugas-satuan tugas;
f. pelaksanaan kerja sama nasional, regional
dan internasional dalam rangka penanggulangan masalah
narkotika, psikotropika prekursor dan zat adiktif lainnya;
g. pembangunan dan pengembangan sistem
informasi dan laboratorium narkotika, psikotropika,
prekursor dan zat adiktif lainnya.
BAB II
ORGANISASI
Pasal 4
Susunan Organisasi BNN terdiri dari :
a. Ketua : Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia
b. Anggota :
1. Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa,
Departemen Dalam Negeri;
2. Direktur Jenderal Multilateral Politik,
Sosial dan Keamanan, Departemen Luar Negeri;
3. Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan,
Departemen Pertahanan;
4. Direktur Jenderal Imigrasi, Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia;
5. Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia;
6. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Departemen
Keuangan;
7. Sekretaris Jenderal, Departemen Perhubungan;
8. Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial, Departemen Sosial;
9. Sekretaris Jenderal, Departemen Agama;
10. Direktur Jenderal Pelayanan Medik,
Departemen Kesehatan;
11. Sekretaris Jenderal, Departemen Pendidikan
Nasional;
12. Direktur Jenderal Kimia Dasar, Agro
dan Hasil Hutan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
13. Direktur Jenderal Perdagangan Luar
Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
14. Direktur Jenderal Bina Produksi Hortikultura,
Departemen Pertanian;
15. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan, Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
16. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan;
17. Sekretaris Utama, Menteri Negara Komunikasi
dan Informasi;
18. Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen,
Kejaksaan Agung;
19. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana
Umum, Kejaksaan Agung;
20. Kepala Korps Reserse POLRI, Markas
Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
21. Direktur Bimbingan Masyarakat, Deputi
Operasi POLRI, Markas Besar Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
22. Kepala Badan Intelijen Keamanan POLRI,
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
23. Direktur Kedokteran dan Kesehatan
POLRI, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
24. Deputi Bidang Penyelidikan Dalam Negeri,
Badan Intelijen Negara;
25. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik
dan Napza, Badan Pengawas Obat dan Makanan;
c. Sekretaris : Kepala Pelaksana Harian
BNN.
merangkap Anggota
BAB III
PELAKSANA HARIAN BNN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 5
(1) Untuk memperlancar pelaksanaan dan
penyelenggaraan tugas dan fungsi BNN dibentuk Pelaksana
Harian BNN.
(2) Pelaksana Harian BNN, mempunyai tugas
memberikan dukungan staf dan administrasi kepada BNN
serta melaksanakan tugas dan fungsi BNN.
(3) Pelaksana Harian BNN sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) dipimpin oleh Kepala Pelaksana
Harian.
Bagian Kedua
Organisasi Pelaksana Harian BNN
Pasal 6
Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Pelaksana
Harian BNN dibantu oleh :
a. Wakil Kepala Pelaksana Harian BNN;
b. Sekretariat;
c. Pusat;
d. Satuan Tugas.
Pasal 7
Sekretariat Pelaksana Harian BNN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf b terdiri dari sebanyak-banyaknya
6 (enam) Bagian dan masing-masing Bagian terdiri dari
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) Subbagian.
Pasal 8
(1) Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 huruf c sebanyak-banyaknya 4 (empat) Pusat.
(2) Masing-masing Pusat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terdiri dari sebanyak-banyaknya 3 (tiga)
Bidang dan masing-masing Bidang terdiri dari sebanyak-banyaknya
2 (dua) Subbidang.
Pasal 9
(1) Satuan Tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf d sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) Satuan
Tugas.
(2) Masing-masing Satuan Tugas anggota-anggotanya
berasal dari instansi Pemerintah terkait.
Bagian Ketiga
Kelompok Ahli
Pasal 10
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala
Pelaksana Harian BNN dapat membentuk Kelompok Ahli sesuai
dengan kebutuhan.
(2) Kelompok Ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Pelaksana
Harian BNN.
(3) Kelompok Ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) mempunyai tugas memberikan
telaahan baik diminta maupun tanpa diminta sesuai dengan
keahliannya masing-masing.
BAB IV
BADAN NARKOTIKA PROPINSI
DAN BADAN NARKOTIKA KABUPATEN/KOTA
Pasal 11
(1) Di Propinsi dan Kabupaten/Kota dapat
dibentuk Badan Narkotika Propinsi dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota.
(2) Badan Narkotika Propinsi ditetapkan
oleh Gubernur.
(3) Badan Narkotika Kabupaten/Kota ditetapkan
oleh Bupati/ Walikota.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugasnya Badan Narkotika
Propinsi dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota berkoordinasi
dengan BNN.
BAB V
TATA KERJA
Pasal 13
BNN mengadakan rapat koordinasi secara
berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
bulan atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 14
Apabila dipandang perlu, BNN dapat mengikutsertakan
pihak-pihak lain di luar BNN untuk hadir dalam rapat-rapat
koordinasi BNN.
Pasal 15
Ketua BNN dan Pimpinan Instansi Pemerintah
terkait, baik secara sendiri maupun bersama-sama menindaklanjuti
hasil rapat koordinasi BNN sesuai dengan bidang tugas
dan fungsinya masing-masing.
Pasal 16
Ketua BNN melaporkan pelaksanaan dan penyelenggaraan
tugas dan fungsi BNN kepada Presiden secara berkala
atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.
BAB VI
KEPANGKATAN, PENGANGKATAN,
DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 17
(1) Kepala Pelaksana Harian BNN dan Wakil
Kepala Pelaksana Harian BNN adalah jabatan Eselon Ia.
(2) Sekretaris Pelaksana Harian dan Kepala
Pusat adalah jabatan Eselon IIa.
(3) Koordinator Satuan Tugas adalah jabatan
Eselon IIb.
(4) Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah
jabatan Eselon IIIa.
(5) Kepala Subbagian dan Kepala Subbidang
adalah jabatan Eselon IVa.
Pasal 18
(1) Kepala Pelaksana Harian BNN dan Wakil
Kepala Pelaksana Harian BNN diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden atas usul Ketua BNN.
(2) Pejabat-pejabat lain di lingkungan
Pelaksana Harian BNN diangkat dan diberhentikan dengan
Keputusan Kepala Pelaksana Harian BNN dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 19
(1) Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan
dan penyelenggaraan tugas dan fungsi BNN dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan
dan penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Narkotika
Propinsi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Propinsi.
(3) Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan
dan penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Narkotika
Kabupaten/Kota dibebankan kepada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Kabupaten/ Kota.
Pasal 20
Dalam melaksanakan dan menyelenggarakan
tugas dan fungsinya BNN dapat menerima bantuan dari
pihak-pihak lain baik dari Dalam maupun Luar Negeri
yang sifatnya tidak mengikat, yang pelaksanaannya dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 21
Rincian tugas, fungsi, susunan organisasi
dan tata kerja Pelaksana Harian BNN ditetapkan oleh
Ketua BNN setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini,
maka Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999 tentang
Badan Koordinasi Narkotika Nasional dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 23
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Maret 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II,
Edy Sudibyo
|